Sabtu, Oktober 06, 2007

Hikmah Al-Qur'an

FUNGSI AL-QUR'AN DALAM PERUBAHAN SOSIAL
MENUJU MASYARAKAT MADANI

Oleh A. Naufal Ramzy

A. Pendahuluan

Mencermati fenomena perkembangan umat Islam dewasa ini terdapat dua hipotesa (kesimpulan sementara) yang justru bertolakbelakang. Di satu sisi, umat Islam sibuk membangun dan merenovasi bangunan masjid secara lebih megah dan juga kian banyak yang menunaikan ibadah haji untuk yang keduakalinya. Namun di sisi lain, sekian banyak umat Islam sibuk menjadi pelaku rentenir, pelaku korupsi, pengadu-domba, pemfitnah dan sekian macam perbuatan maksiat lainnya seperti menipu,berzina dan pengguna narkoba. Dua fenomena ini mencuatkan satu pertanyaan klasik: “Ada something wrong apakah di tengah umat Islam sehingga peradaban mereka semakin terpuruk?”

Hal tersebut berdasar pengamatan oleh pihak internal umat Islam sendiri karena begitu kecewa dan cemasnya melihat fakta-fakta kontradiktif mereka. Akan tetapi di kalangan eksternal umat Islam beredar suatu persepsi bahwa sangatlah sulit memurtadkan umat Islam untuk pindah ke agama lain oleh karena sejak 10 tahun yang lalu tumbuh gairah yang kuat untuk mendirikan lembaga TK Al-Qur'an hingga ke pelosok pedesaan. Penyebaran dirintisnya TK Al-Qur'an memberikan efek domino yang sangat fungsional terhadap kehidupan umat Islam, bahwa sebagai penganut agama Islam tidak sepantasnya mereka tidak mengenal dan tidak memahami kitab suci agamanya dari sejak usia dini.

Oleh karena itu, menyikapi fenomena banyaknya umat Islam yang semakin rajin berbuat maksiat, tidak sepantasnya terlalu pesimistik menatap masa depan peradaban mereka. Sebab sekian banyak anak-anak, putera-puteri mereka, sudah mengenal teks-teks Al-Qur'an sejak mereka berumur 4 tahun. Apalagi di tengah umat Islam kini juga tumbuh gairah merintis TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) setingkat MI / SD dan MTA (Ma’had Tahfidh Al-Qur an) setingkat SMP dan SMU. Misalnya program Tahfidh al-Qur'an yang sejak 10 tahun yang lalu diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura pada tingkat SMP, SMU dan MAK.

Nah, cukupkah kitab suci Al-Qur'an al-Karim hanya dibaca, dihafalkan, dan dipahami maknanya ? Bukankah jika tak diamalkan tentu tidak akan berfungsi maksimal bagi perubahan dan pengembangan kehidupan masyarakat ?

B. Prinsip-prinsip Kandungan Al-Qur'an

Secara bahasa, Kata Al-Qur an berarti bacaan yang sempurna, kitab suci yang sangat lengkap, dan merupakan miniatur “ayat-ayat Allah” yang terhampar dari seluruh fakta Kemahabesaran-Nya yang bersifat mukjizati. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, Al-Qur'an ini, bukanlah sekedar menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat manusia,namun juga bisa menjadi mitra dialog (teman curhat) dalam menyikapi aneka ragam problematika kehidupan.

Seluruh ayat Al-Qur'an yang berjumlah 6236 ayat, menurut M. Natsir Arsyad (1996: 13),terbagi menjadi lima prinsip kandungan keislaman:

Pertama, aqidah tauhid yang menegaskan bahwa Allah SWT adalah Maha Esa dan tidak ada tuhan apa pun kecuali Dia. Demikian juga, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul dan utusan-Nya yang terakhir. Rukun Iman yang enam juga termasuk dalam prinsip yang pertama ini.

Kedua, syari’at yang terdiri atas ibadah mahdhah (murni) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, dan ibadah mu’amalah (ibadah sosial) yang mengatur hubungan timbal balik antar sesama manusia, seperti transaksi bisnis, akad nikah,persaksian,termasuk juga hubungan manusia dengan makhluk hidup lainnya dan alam lingkungan ekologis.

Ketiga, akhlak yang mulia, yang menyucikan perilaku dari perbuatan tercela, membersihkan jiwa dari kepamrihan, dan mengajak hati nurani untuk mencapai kebahagiaan di mata Allah.

Keempat, kisah-kisah masa lalu untuk ditarik pelajaran darinya, sebagai peringatan, perbandingan, keteladanan dan perumpamaan yang bernilai sehingga umat manusia bisa lebih bijak (‘arif) merespon setiap problema hidup. Misalnya kisah Nabi Yusuf, Nabi Sulaiman, Nabi Yunus, Nabi Musa, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Muhammad SAW dan lainnya.

Kelima, berita-berita masa depan dan pasca masa depan serta bentuk-bentuk ilmu pengetahuan modern. Seperti teori kejadian alam semesta, posisi matahari, bumi, proses kehidupan makhluk yang berpasang-pasangan dan lainnya.

Kelima macam prinsip itu disederhanakan lagi menjadi 3 (tiga) pilar (dimensi) doktrinal agama Islam yaitu: Dimensi Aqidah, Dimensi Syari’ah, dan Dimensi Akhlak. Umat Islam diatur untuk mengamalkan ketiga dimensi ini sepanjang hidup, dari mulai bangun tidur hingga tengah malam mau tidur kembali.

Maka jika kembali kepada pertanyaan tadi: “Ada something wrong apakah di tengah umat Islam sehingga peradaban mereka semakin terpuruk?” Jawabannya: Mungkin sebagian besar dari mereka tidak secara simultan mengamalkan ketiga dimensi ajaran Islam tersebut, yakni bermoralitas ganda, kata Sudirman Tebba (1993: 68-75). Mereka telah rajin shalat dan bergelar haji, tetapi dalam berekonomi mereka tega menggunakan cara-cara penipuan dan model yang haram lainnya. Mengapa demikian, karena bisa jadi keislaman mereka hanyalah Islam kultural yang berbasis pada adat-istiadat, bukan Islam yang spiritualistik yang berbasis pada kesadaran teologis (bertauhid) secara pribadi. Mereka berislam secara asesoris yang menempatkan Allah tidak di puncak wawasan berpikirnya. Allah tidak penting bagi mereka. Yang terpenting bagi mereka bagaimana meraih uang yang sebanyak-banyaknya untuk memuaskan naluri hawa nafsu mereka. Tanpa sadar, menurut istilah Kuntowijoyo (1997: 173), mereka telah memegang dan mengamalkan paham (ideologi) materialisme yang hedonistik.

C. Al-Qur'an Sebagai Paradigma Perubahan Sosial

Jika sebagian banyak umat Islam telah tanpa segan lagi mengamalkan paham materialisme, masihkah kondisi semacam itu diperbaiki dan ditemukan solusinya yang terbaik ?

Tentu harus menjawab masih ! Sebab umat Islam masih bermodal besar yang berupa kitab suci Al-Qur'an. Perubahan so- sial umat Islam masih bisa dilakukan secara prospektif apabila mereka mau menyadari tentang pentingnya “Kembali kepada Al-Qur'an”. Dengan sikap ini, otomatis juga akan amat memper- hatikan seluruh sabda, sikap dan tradisi Nabi Muhammad SAW. Dengan Al-Qur'an sebagai basis rujukan perilaku hidup, maka dijamin oleh Allah bahwa mereka akan terangkis dari kegelapan atau kegelisahan hidup yang terus-menerus. Firman-Nya:(Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Al-Qur an S. Ibrahim : 1).

Dalam petikan ayat di atas terdapat 3 kata kunci yang menentukan perbaikan hidup umat manusia. Pertama, umat manusia pasti membutuhkan “cahaya terang benderang” dalam kehidupannya, dan tidak mungkin mereka menyukai suasana hidup yang “gelap gulita”. Kedua, Al-Qur'an dapat di-efektif-kan dengan cara dibaca, didalami maknanya dan diamalkan ajarannya, agar supaya diperoleh jalan lurus untuk memperoleh hidayah Allah. Ketiga,usaha meng-efektif-kan ajaran Al-Qur an dalam kehidupan sehari-hari juga sangat ditentukan oleh izin (hak prerogatif) dari Allah, yakni pertolongan-Nya, sebab tanpa ini semua sia-sia.

Maka tatkala seseorang mengalami kebangkrutan dalam sistem kehidupannya, baik bangkrut secara finansial maupun secara spiritual, ia tidak sepantasnya lari dari kenyataan dan kemudian “berfatamorgana” dalam bentuk doyan mengkonsumsi miras atau narkoba (sabu-sabu & sejenisnya), maupun menjadi aktivis judi. Ia sebaiknya melakukan langkah-langkah strategis berikut:

Pertama, berkonsultasi (curhat) pada seorang guru (figur) spiritual yang berakhlak luhur / bermoral tinggi di mana segenap perilakunya patut diteladani karena bercorak konsisten antara ucapan dan amal salehnya sehari-hari.

Kedua, memperbaiki kualitas shalat fardhu dan shalat sunnahnya. Sebab dengan shalat yang bermutu maka seseorang dapat terhindar dari perbuatan jahat (jahat pada diri sendiri atau para orang lain), yang menurut Hamka (1982: 71-80) adalah ibadah shalat yang ikhlas sepenuh hati.

Ketiga, membaca Al-Qur an secara rutin (istiqamah) setiap hari, dan usahakan dipahami dengan maknanya. Sebab jika setiap umat Islam bertemu dengan sederetan redaksi ayat Al-Qur'an maka sesungguhnya mereka bertemu dengan Allah melalui ungkapan firman-Nya. Jika ungkapan ayat Al-Qur'an itu melintas atau diam sejenak di dalam hati nurani dan akal pikiran mereka, Insya Allah akan muncul rasa malu dan rasa berhutang budi kepada Allah atas segala nikmat-nikmat-Nya yang selalu mereka terima dan rasakan setiap waktu. Artinya,andaikan bukan karena pertolongan dan rahmat Allah, tadi malam ketika mereka berangkat tidur, pagi harinya mereka tidak akan bangun kembali yakni tidur selamanya (wafat). Nah, semakin kuat rasa berhutang budi kepada Allah terpatri di dalam jiwa dan wawasan berpikir umat Islam, maka akan kian menguat pula kualitas spiritualistik mereka, sehingga mereka akan rajin beramal shaleh, baik yang personal atau sosial.

Keempat, menambah dan memperluas wawasan berpikir dengan rajin membaca buku ilmu-ilmu agama dan pengetahuan umum. Aktif di bidang pendidikan akan membantu prosesnya hal yang satu ini, baik posisinya sebagai guru / pendidik maupun sebagai pelajar / mahasiswa. Semakin luas wawasan berpikir umat Islam, maka akan semakin mampu berdialog dengan Al-Qur'an, sebab -kata Umar Shihab (1990: 79), salah satu karakter Al-Qur'an adalah siap berdialog dengan seluruh umat manusia, seperti yang tertuang dalam ayat ini:”Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Al-Qur'an S. Shaad: 29).

D. Menuju Terbentuknya Masyarakat Madani

Masyarakat madani -kata M. Dawam Rahardjo (1999: 282)- adalah masyarakat yang penuh kedamaian karena di dalam sistem sosio-kultur-politik-nya telah terbingkai suatu keadilan sosial,kesederajatan, kebebasan berpikir, demokratisasi dan perlindungan HAM. Mungkinkah umat Islam membangun masyarakat madani dalam zaman yang kian kompetitif dan modern ini ? Tentu perlu dijawab: Mungkin dan bisa !

Kunci ke arah sana sederhana, yaitu perubahan sosial yang komprehensif. Dalam arti lain, perubahan yang digerakkan oleh animo kerja keras dan konstan berdoa kepada Allah SWT. Sedangkan kerja keras membutuhkan kecerdasan berpikir dalam mengambil kebijakan publik / personal. Sementara kecer-dasan berpikir mensyaratkan dimilikinya software metodologi berpikir agar supaya valid dalam mengambil kesimpulan.

Karena itu, umat Islam harus memahami secara filosofis firman Allah SWT berikut ini (Al-Qur'an S.Al-Ra’du : 11): “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah [Malaikat Hafadhah]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [situasi yang mundur terpuruk] yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

(*) Makalah ini telah didiskusikan dalam Forum LKIM (Lembaga Kajian Islam Mujahidin) di rumah Bapak Drs. Moh. Yusuf Suhartono (Kadis Diknas Pemda Kabupaten Pamekasan Madura), Pamekasan, Senin, 18 Jumadilawal 1428 / 04 Juni 2007,Pukul 19.00 - selesai.

Referensi Makalah :

1.M. Natsir Arsyad, Seputar Al-Quran Hadis & Ilmu (Bandung: Penerbit Al-Bayan, 1996), Cet. ke-4.

2.Dewan Penterjemah/Pentafsiran Al-Qur an, Al-Qur an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1989).

3.Sudirman Tebba, “Moralitas Ganda Umat dan Pemikiran Islam”, dalam A.Naufal Ramzy (Editor), Islam dan Transformasi Sosial Budaya (Jakarta: Deviri Ganan, 1993), Cet. ke-1.

4.Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan, 1997), Cet. ke-2.

5.Hamka, Iman dan Amal Shaleh (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Cet. ke-1.

6.H. Umar Shihab, Al-Qur an dan Rekayasa Sosial (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990), Cet. ke-1.

7.M. Dawam Rahardjo, “Pembangunan Orde Baru dan Masyarakat Madani”, dalam TIM Maula (Editor), Jika Rakyat Berkuasa: Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. ke-1.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Paman sudah lihat situs pribadi Anda... Bagus, terus dikembangkan dan yang penting sisa-sisa waktu ngantor dipergunakan untuk menulis. Oke?

- Malthuf -

A. Naufal Ramzy mengatakan...

Terima kasih Paman, atas komentar & motivasi Paman. Nanti lebarankita ketemuan di Karang Cempaka, tapi saya di-sms duluan biar tak ketinggalan.
Wassalam
A. Naufal Ramzy